.: Musim Gugur Kedua di Melbourne :.

20 Februari 2015

Tiba-tiba mataku tak sengaja tertumbuk pada iklan White Night Festival 2015 yang terpasang di Royal Park Station, di suatu sore yang gerah ketika pulang dari sebuah acara di Clayton.

Ingatan jadi melayang ke Februari tahun lalu. Persis tanggal 20, di akhir musim panas menjelang musim gugur seperti sekarang ini, menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di benua Australia. Udah setahun rupanya kami sekeluarga diboyong suami ke sini.

How time flies… so fast.

Kota dan negeri yang indah, InsyaAllah telah banyak sekali memberi kami hikmah dan pelajaran hidup tak ternilai. Alhamdulillah untuk semua nikmat-Mu ya, Illahi Rabbi.

.: Berpetualang di Sovereign Hill, Ballarat :.

Awal Maret di penghujung summer, Mas Bayu sekeluarga ngajakin double date ke Ballarat. Ballarat itu kota kecil di negara bagian Victoria, sekitar 347 km jauhnya dari Melbourne. Kebetulan sedang libur panjang karena ada hari libur nasional, jadi yukkk…. Mari berangkat Minggu pagi pukul 10.

Perjalanan panjang ke sana hanya memakan waktu 2,5 jam karena melewati jalan tol di mana kecepatan mobil telah diatur; 100 km/jam. Whuuusss, kebayang kan gimana ngebut dan cepetnya kami melaju. Tapi nyaman banget berkendara di sini, ga terasa kayak ngebut karena semua kendaraan kecepatannya tuh konstan dan aspalnya mulus. Tiap lajur pun lebar-lebar. Yang unik sepanjang perjalanan kami adalah rambu bergambar kangguru, artinya kurang lebih agar pengendara berhati-hati karena di daerah ini kangguru masih berkeliaran. Wah aku dan Mas uda penasaran, akankah kami bertemu dengan hewan asli Australia ini di jalanan. Hihihi….

Sepanjang jalan yang kami lewati adalah padang rumput, perbukitan, peternakan kuda ato sapi. Berganti-ganti pemandangannya. Ada sungai yang membelah, kemudian bukit kapur. Anak-anak keliatan asyik, sampe ketiduran, hehe… Sekitar pukul 12 siang, kami memasuki kota Ballarat. Asli deh, sepinya ga ketulungan. Kupikir Melbourne tuh sepi, lha ternyata Ballarat lebih sepi. Yang nampak lalu lalang di jalan raya tengah kota bisa dihitung dengan jari. Tapi emang kotanya kereeennn… Bersih banget! Mungkin karena yang ngotorin alias manusianya juga jarang. Coles, supermarket gede itu cuma ada sebiji di kota ini, sepanjang yang kuliat.

Setelah beristirahat di taman bungan cantik depan gedung parlemen Ballarat dan nyari toilet, kami meluncur sekitar 15 menit ke objek wisata Sovereign Hill. Oya, Sovereign Hill ini dulunya merupakan perkampungan tambang emas pada tahun 1850-an. Sekarang uda ga ada lagi penambangannya, cuma tetap dilestarikan sebagai pengingat, bahwa dulu memang daerah ini terkenal akan kandungan emas murni 24k.

Mungkin karena besoknya adalah hari libur nasional, Sovereign Hill rame dikunjungi orang. Kami antre dulu untuk membeli tiket masuk. Lumayan juga harganya. Alhamdulillah banget ada concession untuk student, dapet diskon lumayan deh.

SavedPicture-2014417154236.jpg

Selesai urusan tiket, kami langsung disuguhi pemandangan ala perkampungan cowboy, hehe…. Gersang, panas, kering, berdebu pula. Alamak!! Mana ga bawa stroller untuk adhek pula. Pegel deh nanti ini, bakalan tak gendong ke mana-mana. Hehehe….

Ada andongnya juga, hihi

Ada andongnya juga, hihi

Untuk wisatawan, disediakan omprengan dari besi, kali aja pengen nyoba mendulang emas. Banyak niy bule-bule pada jongkok, ngaduk-aduk pasir dan air, penasaran pengen liat bijih emas itu kayak gimana. Aku jadi mikir, cuma objek wisata gini aja bisa dibikin terkenal yah, padahal aku yang lahir dan besar di Kalimantan Selatan dan terkenal dengan pendulangan intannya, belum pernah sekalipun berkunjung ke sono. Oh Indonesiaku, kamu jauh lebih indah….

Ayak terus sampe dapet emas

Ayak terus sampe dapet emas

Ada tenda-tenda untuk tempat pertemuan sepertinya. Kemudian ada rumah kecil banget dari kayu buat tempat tinggal pekerja tambang. “Hihi kayak begini mah, di Purwodadi juga banyaaakk”, komentar Mas Bayu yang segera kami iyakan.

Yang membuatku tertarik malah tenda warung ini, membayangkan para pekerja tambang zaman baheula kalo nongkrong-nongkrong di warung seuprit. Lucu yah….

Pas lagi keliling, kebetulan pukul 2 siang ada barisan tentara-tentaraan akan bersalvoria. Itu atraksi rutin untuk pengunjung. Salah satu petugas memintaku menjauh, karena aku menggendong adhek, karena mungkin akan berbahaya untuk indra pendengaran anak. Akhirnya aku, Mas dan anak-anak nonton dari kejauhan. Setelah mereka berbaris, hormat bendera dan bersalvo, pengunjung boleh meminta sesi foto bersama mereka. Kami yang lagi bingung nyari Mas Bayu sekeluarga jadi ikutan minta foto bareng juga ama tentara ramah ini, hahaha….

Oya, kebetulan banget jam segitu, ada atraksi di Pour Gold. Pengunjung bisa menyaksikan proses bagaimana emas batangan dibentuk. Dari serpihan, dibakar dengan pemanasan 6000 derajat Celcius hingga menjadi sebatang emas. Asyik banget! Setelahnya, ada tempat penjualan koin bersepuh emas. Aku dan Mas membeli satu koin, harganya AUD 12, bergambar kangguru. Lucu deh…

Menyusuri kota ini serasa membawa kita ke masa lalu. Bangunan-bangunan tua, restorannya yang juga nampak antik, bahkan toko souvenir pun keliatan masih seperti dulu dengan penjaganya yang berbusana gaun besar ala Little Missy (masih inget filmnya?). Aku dan Mbak Dewi, istri Mas Bayu, pengen banget bisa berfoto dengan gaun besar itu. Kapan lagi bisa bikin foto keluarga di sini. Tapi sayangnya, setelah memasuki studio foto tersebut, ternyata antrean sangat panjang. Kami diperbolehkan berfoto lain hari, tanpa harus membayar tiket masuk lagi. Oooo, kecewa deh. Ga mungkin ke sini cuma untuk foto, jauhnya itu lho. Lagian setelah melihat daftar harga yang terpampang, aku dan Mbak Dewi merasa beruntung, soalnya ternyata harus bayar lagi AUD 78. Masih belum net, ada tambahan charge  lain juga. Jyaaahh….. kirain gratis bo!

Ya sudahlah…..

Hari uda semakin siang, anak-anak kelaperan, apalagi bapak-bapak. Kami mencari tempat rindang di bawah pohon, persis di sebelah restoran. Ada meja kursi yang ditata untuk piknik. Tap water juga disediakan. Bekal keluar, tuker-tukeran dengan keluarga Mas Bayu, semua maem dengan lahap.

Selesai maem dan beristirahat sejenak, kami tuntaskan petualangan hari ini ke Gold Museum yang berseberangan dengan pintu masuk Sovereign Hill. Tiket ke museum ini uda sepaket dengan Sovereign Hill, jadi sayang kalo dilewatkan. Melewati Gift Shop dan mengagumi aneka souvenir yang harganya ga murah di sana uda cukup buatku.

Mari kita menuju ke Gold Museum. Di dalamnya kita bisa melihat sejarah Sovereign Hill, aneka koin emas, bermacam bijih emas lengkap dengan riwayatnya, dan ada pula bioskop untuk pengunjung yang ingin menyaksikan kisah Sovereign Hill. Bagus lho museumnya!

Faqih dan adhek betah di sini, padahal bagi sebagian kita yang berkeliling di museum Indonesia, mungkin membosankan ya. Tapi memang di sini, museum dikemas dengan apik dan membuat pengunjung betah.

Hingga akhirnya, sampailah kami di Gift Shop, again! Yah ngiler lagi deh. Hihi…. Mas beli gantungan kunci di sini. Lumayan lah, murah meriah, cuma AUD 7, untuk kenang-kenangan bahwa kami sekeluarga pernah bertandang ke Sovereign Hill.

Bye The Beautiful Ballarat!

.: Pengajian Aisyah Melbourne :.

Pengajian Aisyah untuk Farewell Mbak Kesi

Pengajian Aisyah untuk Farewell Mbak Kesi

Menjadi istri international student di sini ternyata emang enak, suasananya kondusif untuk belajar juga. Banyak sarana untuk menggali ilmu terutama ilmu agama, bekal kampung akhirat. Setelah halaqohku terkendala, akhirnya aku memutuskan bergabung dengan Pengajian Aisyah yang beranggotakan istri para mahasiswa dan beberapa mahasiswi yang sedang belajar di Melbourne.

Pertemuan yang hangat membuatku betah berada di antara mereka, saudari-saudari sebangsaku. Biasanya pengajian ini diadakan setiap 2 minggu sekali, bertempat di rumah anggota pengajian yang tentunya bersedia repot, hehe… Ga dink, ibu-ibu yang dapat rezeki ketempatan ini baik hati sekali, udah repot nyediain tempat, juga memasak aneka cemilan dan makan malam bagi teman-teman. MasyaAllah, hanya Allah yang dapat membalas dengan ganjaran pahalanya. Selain makanan yang yummie itu, pembicara yang dihadirkan pun asyik banget kajiannya. Udah kenyang, dapat banyak ilmu akhirat, ketemu teman-teman seperjuangan, siapa yang menolak coba, hehe….

Obrolan kami pun ga jarang masih berlanjut di forum whatsapp. Sampe akhirnya terbetik ide membuat blog yang akan menampung semua ide, usulan, hingga pikiran selayang pandang dan serba-serbi hidup di negeri asing yang muslimnya minoritas ini. Alamat blognya ada di http://PAisyah.melbourne@blogspot.com.au. Harapannya ide yang tumbuh dari sekelompok muslim di sini dan diabadikan dalam bentuk tulisan, sekecil apapun akan bermanfaat bagi negeri tercinta, Indonesia. Blog ini akan kami rawat bersama walaupun tentu bukan hal yang mudah mengingat anggota pengajian terdiri dari ibu-ibu dan mahasiswi padat aktivitas. Tapi tentunya ga akan menjadi penghalang besar demi memajukan Indonesia seperti yang kami impikan meski sumbangsihnya hanyalah sebait goresan pena. Aamiin….

Posted from WordPress for Windows Phone

.: Ceritaku Ikut Pemilu di Melbourne :.

Kedatangan kami ke Melbourne sekeluarga bertepatan dengan tahun politik di Indonesia. Itu artinya, aku dan mas bakal ngerasain nyoblos untuk kali pertama di Konsulat Jenderal Republik Indonesia, Melbourne. Sempat was-was pada awalnya karena pendaftaranku secara online di http://pplnmelbourne.com.au gagal. Syukurlah ada ibu-ibu dalam komunitas pengajian wanita yang memberiku nomor kontak pegawai KJRI yang tugasnya mendata pemilih baru di sini. Setelah sms ke nomor beliau dan memberikan alamat emailku, aku dikirimi formulir pendaftaran yang harus diisi dan dikirimkan balik ke beliau melalui fax atau email. Kalo Mas, karena mendaftar lebih awal, beliau dapat undangan yang dikirimkan via pos seminggu sebelum Pemilu diadakan di sini.

Tanggal 5 April 2014 adalah jadwal Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Melbourne memberikan hak suaranya. Tempat Pemungutan Suara di KJRI buka sejak jam 9 pagi hingga 8 malam waktu Melbourne. Tapi penghitungan suara tetap akan dilakukan tanggal 9 April, barengan dengan Pemilu di Indonesia. Kami sekeluarga berangkat dengan diiringi ocehan Faqih dan Nizar yang sibuk bertanya, “Mo ke mana?”, “Nyoblos itu apa?”, “Pemilu itu apaan?”. Hadeeuuuh…. hahaha…. Oh iya, jangan lupa membawa paspor yaa.

Sampe di KJRI pukul 12 siang, uda rame euy. Banyak stand makanan khas Indonesia dan para WNI yang sibuk beramahtamah. Saya nyempetin mejeng dulu di depan gerbang KJRI sebelum masuk ke area pencoblosan.

SavedPicture-20144714153.jpgBedanya penyelenggaraan Pemilu di luar negeri, selain dari penundaan proses penghitungan, adalah kertas suara yang diberikan kepada pemilih hanya 1, yakni untuk memilih anggota legislatif DPR. Ga kayak di Indonesia yang memilih DPR, DPRD Provinsi dan Kota serta DPD (4 kertas suara). Nambah wawasan deh jadinya.

Pemilu kali ini katanya lebih semarak daripada Pemilu tahun 2009. Saking banyaknya WNI yang datang, stand makanan itu ampe ketutupan manusia yang berlalulalang. Ini mau nyoblos atau wisata kuliner-an siy, hihi…ketauan ya. Lirak-lirik, tapi belum ada yang cocok di selera saya. Ada stand kambing guling tapi super rame dan harus antre 15 menit. Pamfletnya buat ngiklan juga kocak, hihi…

SavedPicture-201447141513.jpg

Dan akhirnya, duo Faqih Nizar yang berangkat dalam keadaan riang, pulangnya dalam keadaan tepar, wkwkwk….

SavedPicture-201447141531.jpg

 

.: Milad di Melbourne :.

“Keren banget niy si Ibu, ultah di negeri orang”, komentar salah seorang temenku di beranda facebook.

Iyaaa… Pas banget tanggal 3 April usiaku bertambah. Jauh di negeri orang, di benua seberang. Biasanya bisa ngumpul dengan orang tua dan adik-adik tercinta. Sekarang…. Ah tak apa, biar jadi cerita di masa depan. Yang penting ada suami dan anak-anak tersayang, itu lebih dari istimewa.

Usia hanyalah bilangan pertambahan dari waktu ke waktu,

Momentum untuk menjadikannya sebuah refleksi diri,

Seberapa banyak bekal telah dikumpulkan bagi kehidupan di kampung akhirat kelak,

Alhamdulillah Allah masih memberi tarikan nafas hingga detik ini,

Untuk mengingat akan kematian,

Dan untuk selalu bersyukur akan setiap tetes nikmat-Nya

.: Sebulan di Melbourne :.

20 Februari 2014. Itulah awal kakiku menjejakkan diri di Melbourne. Dingin, sepi…. Membuatku sedih dan merasa rindu dengan tanah airku sendiri. Indonesia yang hangat dan ramah. Seketika bayangan Mama tercinta di Banjarmasin menyeruak. Membuatku menangis di 2 minggu awal kedatangan kami. Apalagi flat yang kami huni memang sepi. Cuma ada Mbak Yus dan Mas Abdi orang Indonya, dan Mbak Yus hampir tiap hari berkarir di Vicmart, kedua putri mereka sekolah hingga sore. Penghuni lain adalah para jompo orang lokal yang tak punya sanak saudara dan akhirnya hidup seorang diri di sini. Flat ini kayak ga ada tanda kehidupan.

Ibu mertua yang menjadi tempat curhatku, menguatkan dan memberi banyak saran. Kebetulan hp baru beliau bisa whatsapp-an jadi ngobrolnya bisa lebih intens. Alhamdulillah ada duo kecil tercintaku juga yang selalu ramai. Sejak Mas aktif kuliah, hanya duo inilah teman ngobrolku. Mas seakan mengerti kondisi ini. Di sela kesibukan kuliahnya, Mas berusaha mengajakku ke lingkaran teman baru. Mas daftarkan aku ke whatsapp pengajian untuk anak, Paguyuban 3055 dan aku akhirnya masuk ke dalam grup pengajian ibu-ibu. Alhamdulillah, sejak itu duniaku mulai berwarna. Ada banyak acara keagamaan dan ukhuwah di sini. Faqih yang mulai masuk sekolah, memberi tambahan kesibukan baru untukku, mengantar dan menjemputnya 3 hari dalam seminggu. Dapur dengan alat-alat elektronik lengkap mulai membuatku betah memasak dan bereksperimen, tentunya didukung para suporter tersayang; Mas dan anak-anak.

Sambungan internet yang sempat bermasalah udah teratasi. Jadi lebih mudah ber-skype ria dengan orangtuaku di Banjarmasin. Tiap weekend, Mas menawarkan kami menikmati tiap sudut kota Melbourne terutama taman-taman cantik dan arena bermainnya yang selalu membuat Faqih Nizar gembira.
Akhirnya aku sadar, bahwa kebersamaan kami di sini adalah hal yang paling berharga.

Where the home is where your heart……

Pepatah itu benar adanya. Kuresapi hikmah kami berkumpul di sini, mengingat kembali niatan semula untuk menemani suami dan membuat anak-anak dekat kembali dengan bapaknya, terutama Nizar. Sejak lahir, Nizar yang ga ditungguin Mas pas lahir, memang sering ditinggal Mas karena persiapan berangkat ke Australia. Jadi anggaplah ini sebuah usaha merekatkan kembali waktu kebersamaan yang pernah hilang.. Heuu, bahasanya rek….

Tips untuk yang mengalami hal ini ada beberapa menurut saya :

  1. Niat. Ingat-ingat kembali akan niat semula yang membuat kita datang ke sini
  2. Dukungan orang terdekat. Penting meminta saran terutama doa agar ketika lagi galau, ga sibuk menghujani socmed kita dengan segala keluhan. Bisa ke suami, orangtua, saudara dll.
  3. Doa. Ini yang paling utama. Minta ke Allah agar dikuatkan. Di negeri orang memang harus kuat, tegar, tahan banting dan istiqomah. Semakin dekat dengan Sang Pencipta akan membuat batin terasa lebih tenang dan siap menghadapi apapun.
  4. Mencari teman sesama Indonesia. Rasa kangen pada tanah air itu manusiawi sekali ya. Berkumpul dengan teman-teman sebangsa akan membuat rindu itu sedikit terobati. Mereka, akan seperti keluarga kita sendiri di negeri asing. Saling membantu dan tolong-menolong akan muncul sebab rasa senasib sepenanggungan itu ada. Seperti halnya kami yang memiliki Paguyuban 3055, benar-benar guyub! Alhamdulillah.
  5. Terakhir, berdamai dengan diri sendiri. Nikmati detik demi detik di sini yang insyaAllah, kelak akan jadi kenangan dan kita rindukan. Toh ga selamanya kan kita tinggal di sini. Datangi keindahan dan hal unik lainnya dari kota di hadapan kita sekarang dan enjoy it!

 

 

 

Ber-skype ria dengan Uti-Akung, pengobat  rindu

Ber-skype ria dengan Uti-Akung, pengobat rindu

.: Bakso Pertamaku di Melbourne :.

Seumur-umur ga pernah bikin bakso di Indo. Eh pernah dink, sekali waktu praktek masak bareng teman-teman Liqo, zaman masih unyu-unyu *hueekk*.

Lha kalo di Indo pengen bakso kan tinggal pergi ke warung bakso, beli, bawa pulang, kenyang. Selesai. Ya kan? Berhubung ini bukan Indo, dan bocil lagi pada pilek, maknya memberanikan diri ngadon bakso dan mengeksekusinya. Biar anak cepat sehat maem yang anget-anget. Alhamdulillah, bocil-bocil sukaaa *lapkringet*

.: Catatan Perjalanan ke Melbourne :.

Thursday morning, 8 am. Februari 20, 2014

Melbourne International Airport

Melbourne International Airport

Alhamdulillah, akhirnya mendarat juga di Melbourne. Tertunda 4 hari dari jadwal yang seharusnya karena Gunung Kelud erupsi tanggal 13 Februari 2014 malam sehingga mengakibatkan 7 bandara di Pulau Jawa menutup operasionalnya karena tertimbun debu vulkanik tebal. Setelah konfirmasi di counter Garuda yang letaknya di bandara dan re-schedule, kami memutuskan berangkat pada hari Rabu, 19 Februari pukul 16 WIB, transit via Denpasar.

Sebelum take off ke Denpasar

Sebelum take off ke Denpasar

Perjalanan lancar, anak-anak happy karena dapet mainan dari Garuda, alhamdulillah. Ga salah deh milih Garuda, excellent service, apalagi bawa 2 krucil, alhamdulillah selalu diprioritaskan. Mulai dari tiba di Ngurah Rai hingga sampe di Melbourne. Faqih sampe bingung karena dapat mainan terus tiap ganti pesawat. Anak-anak juga sibuk main game di layar sentuh depan kursi masing-masing pake remote dan headset yang disiapkan di kantong depan seat.

SavedPicture-201441116128.jpgSavedPicture-201441116122.jpg

Oya, berhubung Ngurah Rai sedang renovasi, jarak tempuh dari terminal kedatangan domestik dengan terminal keberangkatan internasional sangat jauh. Tapi jangan khawatir, untuk penumpang Garuda terutama lansia dan keluarga yang membawa anak kecil, Garuda menyiapkan sopir dan mobil mini, kayak mobil di padang golf itu loh, entah apa namanya. Kami diantar sampe gerbang terminal internasional. Sopirnya mbak-mbak, asli mojang Priangan, uhuy. Hehe… Makasi ya Mbak !

Proses yang agak makan waktu lama terjadi di sini. Apalagi bangunan terminal internasional luas, cukup makan waktu bagi kami melewati satu demi satu loket dalam keadaan menggotong-gotong anak 2 dan perbekalan mereka. Macem-macem kan yah yang harus dibawa kalo punya krucil, mulai dari bantal leher yang disiapkan Uti Indah, pakaian ganti, obat hingga logistik. Ada cerita di balik perbekalan ini, terutama bagian logistik. Aku emang ga tenang kalo bepergian tanpa membawa bekal makanan dan cemilan yang banyak untuk krucil. Sampe-sampe kue kering nastar oleh-oleh dari Mama yang datang dari Banjarmasin ke Jogja untuk nganterin cucu-cucu kesayangannya pun kumasukin bungkusan juga, haha. Mas sempat ngomel waktu di Adisutjipto. Katanya bawaan banyak banget, apalagi makanan yang mengandung dairy gini riskan dibuang oleh bea cukai bandara. Beliau bahkan berencana akan membuang makanan yang tersisa jika akan berangkat ke Melbourne. Kutanggapi mas dengan kalem, ya dibawa aja dulu namanya bawa bocah, kalo nanti dibuang ama bea cukai/custom bandara Melbourne ga apa-apa.
Setelah proses pengecekan tiket, boarding pass kemudian pembayaran service (IDR 150 ribu/orang, hiks) dan paspor, di mana kami celingukan karena serasa kami pribumi sendiri, yang lain bule selain petugas bandara tentunya, lanjut masuk ke gate, mas lupa usulku untuk isi perut dulu di terminal domestik yang terletak di lantai 1. Lagian kaki-kaki kecil buah hati kami udah kelelahan, ditambah lapar karena udah lewat jam makan malam, membuat kami memutuskan masuk ke ruang tunggu aja. Semoga ada resto di dalam sana yang menjual nasi. Melewati deretan toko-toko duty free goods, yang lebih mirip mall, sampailah kami di ruang tunggu terdekat. Sepanjang perjalanan itu, ga ada keliatan satu pun resto bernuansa Indo, semuanya kafe yang jualannya roti, kopi, burger. Lhaa….. gimana ini, huhu…

Akhirnya kami bongkar bekal logistik kami. Lumayan, ada sereal buat Faqih, roti untukku dan mas, biskuit untuk adhek serta susu kotak boneeto. Alhamdulillah kata Mas, untung dede bawa bekal banyak, kita ga jadi kelaparan, hehe… Tuh kan, ga ada salahnya bawa bekal banyak, walopun repot nentengnya. Aku cuma beli 2 botol kecil air putih kemasan di kafe dan uang IDR 50 ribu pun melayang ke kasir

Benar-benar kayak udah di luar negeri, padahal masih di Denpasar. Sampe rada mblenger liat bule, karena selain penjaga kafe, yang tampak hanya orang bule semua. Tapi anak-anak seneng mainan di ruang tunggu berlapis permadani tebal, ada jendela kaca lebar pada salah satu dinding di mana mereka bisa sepuasnya liat pesawat di apron, sambil deket-deketin anak bule lainnya, ealah. Hihi…

Aku dan mas bergantian memonitor layar keberangkatan untuk melihat nomor gate Garuda yang akan membawa kami ke Melbourne. Hampir jam 9 malam, akhirnya tercantum juga gate 7. Subhanallah, gate 7 itu jauhnya luar biasa. Walopun dibantu oleh eskalator datar yang hanya secuil-cuil, tetap aja terengah-engah jalannya. Bule aja lari, padahal langkah mereka lebih panjang kan dari orang Indo. Fyuh fyuh, lebih parah dari gate Air Asia di Kuala Lumpur, komentar Mas.

Setelah ngos-ngosan, olahraga kok malem gini tho yo, mendudukkan tubuh lelah di kursi ruang tunggu gate 7 dan bergantian nganter anak ke toilet, salah satu petugas Garuda mempersilahkan kami boarding lebih dulu. So sweet deh punya anak kecil, emang bawa rezeki, aamiin. Tas bawaan logistik dengan pasrah diangsurkan Mas ke petugas bea cukai, tapi belum sampe diubek-ubek, salah satu dari mereka yang kelihatannya lebih senior berkata, “Itu bekal buat anak-anak kecil ini kan ya? Bawa aja Pak Bu, silahkan”. Alhamdulillah, baiknya…. Semoga Allah merahmati mas-mas juga. Aamiin…

Masuk pesawat tepat pukul 22.55 WIB sesuai jadwal dan langsung berangkat. Setelah maem cemilan, permen dan minum jus yang diberikan mbak pramugari, anak-anak terlelap karena lelah, tapi mataku sulit terpejam karena badan pegal. Pengen bobo merebahkan badan di seat tengah yang kosong karena penumpang internasional ga padat jadi banyak seat kosong, tapi khawatir meninggalkan adhek yang udah bobo pulas dengan selonjoran kaki di sampingku. Alhamdulillah, di pesawat dapat bantal, selimut, kaos kaki dan penutup mata untuk tidur. Garuda emang top deh.

SavedPicture-201441116140.jpg

Setelah tidur-tidur ayam dan sholat jamak qashar Maghrib – Isya dengan wudhu bertayamum, kulihat fajar menyingsing. Alhamdulillah, bisa nyambung sholat Subuh sekalian. Mbak pramugari keliling lagi menawarkan minuman dan breakfast. Udah pagi ternyata, berarti durasi perjalanan hanya 5 jam, ditambah beda waktu 3 jam. Ga selama yang aku bayangkan. Aku milih teh hangat dan menu irisan buah segar, nasi uduk dengan ayam bumbu kacang plus sayur tumis buncis tempe, yoghurt dan roti dengan selai plus butter. Adhek juga kupesenin menu yang sama. Kalo Mas milih menu ala bule untuk main course; kentang rebus, tomat panggang dan daging. Weh kalo aku yo ga kenyang, hihi… Pokoke nasi is the best (ilang deh prinsip food combining ku). Oya, karena lupa, waktu proses pengecekan tiket dan boarding pass Mas ga minta seat yang sejajar. Padahal, udah kuingetin. Huhu sempat ngambek waktu itu dan dibujuk Mas. Kami akhirnya dapet seat yang 2-2, Mas di belakangku. Jadi Mas duduk ma Faqih, aku ma Nizar karena Nizar masih nenen kalo mau bobo. Pada awalnya bocil bolak-balik tukeran karena adhek pengen ke bapak, ga lama mau balik ke mama, gitu terus tapi pada akhirnya kembali kayak semula.

Sebelum mendarat, pesawat sempat melayang-layang gitu dan membuat perutku serasa dikocok. Mengantisipasi huek-huek, memalukan karena hampir ga pernah huek kalo naik pesawat, kuambil kantong aircraft sickness dan kubuka. Ga lama, keluar semua deh breakfastku. Huhu laper lagi nanti jangan-jangan…. Tapi terasa lega setelah huek, tadinya pening kepala ini. Ga lama, pilot mengumumkan sesaat lagi akan mendarat di Melbourne International Airport. Temperatur udara di darat juga dilaporkan sekitar 9 derajat Celcius (aku masih ga ngeh kalo segitu tu dingin banget, ingetnya Aussie lagi summer). Anak-anak kami bangunkan, lipat-lipat selimut dan mengemasi barang bawaan kami. Breakfast adhek yang belum dimaem kujejalkan ke tas, siapa tau setelah turun pesawat adhek laper dan nyari nasi. Mas menyodorkan selembar kertas untuk declare barang bawaan di tasku, ada bagian yang harus kububuhi tandatangan.

Well, welcome to Melbourne. Ga terlampau dingin ketika masih di dalam airport (masih ga ngeh). Kami antre untuk pemeriksaan paspor dan visa, lalu ngambil barang bagasi kemudian menuju counter bea cukai untuk nyocokin isian pada kertas declare dengan barang bawaan. Alhamdulillah lagi-lagi Allah memudahkan, barang kami hanya dilihat sepintas dan ditanya apakah kami membawa susu. Mungkin karena  melihat bocil-bocil kami. Untungnya boneeto anak-anak yang tinggal 2 kotak terletak di bawah. Mas juga lupa kalo masih ada, jadi Mas jawab ga ada. Petugas custom ga mengobok-obok lagi dan dengan ramah mempersilakan kami melanjutkan perjalanan. Malah sepanjang pemeriksaan, dia tersenyum dan menggoda anak-anak kami. Oya, barang-barang seperti oba dan abon kemasan pesenan teman Mas dan bumbu-bumbu kemasan kaleng yang kubawa ditaruh Mas dalam tas ransel Faqih. Jadi ga harus mengobrak-abrik seluruh isi koper untuk diperiksa. Semua barang itu selamat, alhamdulillah ya Rabb….

Kami keluar dari bandara yang luas itu dengan bergegas karena Mas khawatir senior yang menjemputnya akan menunggu terlalu lama. Senior Mas ini juga pasutri DJP, beliau dan istrinya sama-sama kuliah di Melbourne dan membuka jasa transportasi. Lumayan terbantu dengan adanya teman yang membuka usaha ini. Setelah menyeberang jalan, whussss….sss…. angin bertiup kencang dan dingiiiiiiiiin banget, brrr…. Sontak adhek yang sedang kugendong kaget, memalingkan wajahnya dan mendekapku erat. Aku, adhek dan mas ga memakai jaket dan emang kami lalai ga mengantisipasi hal ini. Sedangkan Faqih tenang-tenang aja karena sejak berangkat dia udah mengenakan jaket. Untunglah jaket adhek kuletakkan di tas cangklong, jadi kami berhenti dulu di tempat penjemputan untuk membalut tubuh adhek. Eh ga lama, ketika adhek sedang nen dan disapa seorang policewoman yang mencoba menggoda-goda adhek, senior Mas datang.

So, selamat menikmati summer yang serasa winter eh kebalik ga ya, winter  yang serasa summer maybe ? 🙂