.: Ibu ; Cinta Tanpa Akhir :.

DSCN0026

Dinginnya hujan mengingatkanku pada hangatnya kasihmu. Semua bentuk cintamu, selalu membuat mataku terasa panas, haru. Semakin jauh darimu, justru perhatianmu makin lekat, padaku. Ya padaku, anak sulungmu yang usianya telah hampir mendekati angka 3 dasawarsa. Tak berubah, hingga aku sudah setua ini.
Mau bukti?

“Sini Nak, Mama gendong adhek”, pinta Mama padaku. Beliau memintaku untuk menyerahkan si bungsu yang ada dalam gendonganku ketika kami sekeluarga sedang makan di sebuah rumah makan. Tentu aku mengerti maksudnya. Mama memang akan selalu begitu. Beliau memintaku dan anggota keluarga lainnya makan terlebih dahulu, adhek akan dimomong oleh beliau hingga aku selesai makan. Setelah semua kenyang dan makanan di piring tandas masuk ke dalam perut kami, barulah beliau makan. Begitu juga kali ini. Tak terkecuali di rumah. Mama akan memastikan semua sudah mendapatkan nasi, lauk dan sayur dengan semestinya, barulah beliau akan mengisi perutnya kemudian dengan apa yang masih tertinggal di dapur.
Hmmm….

Apakah yang membuat beliau rela melakukannya? Aku yakin, Mama pun lapar pastinya. Tapi seperti sebuah kepuasan tersendiri dalam hati beliau, apabila melihat orang-orang yang dikasihinya telah puas dengan hajatnya.

Ah, pasti CINTA dasarnya. Cintalah yang telah membuat segala hal yang terasa berat menjadi ringan, yang mustahil menjadi mungkin, dan yang susah menjadi senang.

Selamat Hari Ibu, Ma.
Sungguh, cintamu terasa hangat dalam hatiku, terasa lapang bagai samudera, selamanya takkan pernah berhenti mengaliri jiwaku.
Selamanya…..

Jogjakarta, Renungan Menyambut Hari Ibu, 22 Desember 2013

.: Uti Tembi ke Pasar Terapung :.

Banjarmasin

Kota ini adalah tempatku dilahirkan
Bermain, menghabiskan masa kecilku
Menamatkan sekolahku hingga SMA
Lalu setelah itu menjalani masa-masa ikatan dinasku di kota sebelah
Walaupun tetap pulang-pergi setiap hari dari Banjarmasin

Banjarmasin adalah kota dengan julukan “Seribu Sungai”. Julukan tersebut pernah pudar pada kenyataannya, tetapi tahun-tahun ini sepertinya masa kejayaan sungai akan terangkat kembali, walaupun mungkin tidaklah sepopuler dulu. Budaya sungai tergantikan oleh hiruk pikuknya jalan raya yang lebih praktis.

Biasanya kalo wisatawan datang ke Banjarmasin, objek wisata yang bagaikan magnet adalah pesona Pasar Terapung. Wajar siy, karena Floating Market ini hanya ada di dua tempat di dunia ini, satu di Banjarmasin, Indonesia dan satu lagi di Bangkok, Thailand.

Untuk lokasi, Pasar Terapung yang masih eksis terletak di Muara Sungai Kuin, yang jaraknya dengan Banjarmasin relatif dekat. Satu lagi berlokasi di Lokbaintan, Kabupaten Banjar. Secara pribadi, saya menilai Pasar Terapung yang benar-benar masih nampak aslinya yakni yang berlokasi di Lokbaintan. Lebih ramai dengan kelotok / jukung yang  hilir mudik di pagi buta , mengangkut para tuannya menjajakan dagangannya

Tapiii…. kalo pengen liat miniatur Pasar Terapung yang jaraknya dekat-dekat saja, ada alternatifnya lho. Di siring depan Masjid Raya Sabilal Muhtadin, masjid termegah di Banjarmasin, setiap Minggu pagi bak disulap menjadi Pasar Terapung dadakan.
Lucu juga jadinya.

Ketika ibu mertua berkesempatan datang dari Jogja untuk menengok kami, beliau kami ajak ‘berwisata’ ke situ aja, hehehe…. Murah meriah dan ga terlalu capek. Beliau seneeeeng sekali dan terkagum-kagum dengan hasil bumi yang menurut beliau murah. Alhasil, datang dengan tangan kosong, pulang dengan boyok pegel, hehehe…..

Bahagia itu begini ya, ga pake capek, hemat pula…..