
“Assalamu’alaikum. Afwan bunda, apa bunda ada di rumah? InsyaAllah kami mau melakukan home visit ke rumah Nizar hari ini”.
Sepenggal percakapan di suatu Sabtu pagi, 2 minggu yg lalu, di tengah kesibukanku yang sedang bersiap berangkat ke sekolah Faqih untuk mengambil Lembar Hasil Belajar Ujian Tengah Semester.
Sayang karena jadwal akhir pekan kami sekeluarga yang padat, membuat rencana kunjungan tersebut harus mundur 1 minggu kemudian.
Setengah galau dan bertanya tanya ada apakah sebenarnya. Apa Nizar bermasalah di sekolah dan lain sebagainya. Pertanyaan saya di Whatsapp dijawab oleh ibu guru dengan simpatik. Beliau menjelaskan bahwa jadwal home visit memang diadakan setiap minggu dan beliau berdua bergiliran mendatangi satu demi satu rumah siswa untuk bertemu dengan orang tuanya. Memperat komunikasi lantas berdiskusi mengenai kemajuan pembelajaran anak dan saling menginformasikan karakter anak yang penting untuk diketahui karena keberhasilan pendidikan itu tidak hanya bersumber dari satu arah tapi merupakan kesuksesan sinergi antara pihak orangtua sebagai pilar utama dengan pihak sekolah. Hal yang penting diperhatikan adalah adanya saling keterbukaan antara orangtua dan guru perihal tingkah laku anak di sekolah maupun di rumah sehingga kegiatan ini dapat mencapai tujuannya.
29 Oktober 2016, satu minggu kemudian
Sebuah pesan masuk ke handphone saya. Mengabarkan kedatangan beliau berdua yg ternyata sudah berada di depan rumah kami.
Tak lama kemudian perbincangan mengalir dengan santai ditemani segelas minuman dan roti alakadarnya. Sambil beliau menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan. Awalnya kedua ibu guru muda ini bahagia melihat perpustakaan mini keluarga di ruang tamu kami. Lalu percakapan meluas sampai ke pembelian rumah tanpa riba dan kehidupan kami sekeluarga di Melbourne dulu hingga sampai pada esensi kunjungan beliau ke rumah Nizar.
Sedikit banyak seperti dugaan saya di awal. Ternyata memang ada hubungannya dengan sifat Nizar di sekolah dalam berinteraksi yang dinilai pendiam. Walaupun setelah menginjak bulan ke 5, udah mau menjawab pertanyaan bu guru dan berbicara dengan teman yg klik di hatinya. Jelas, hal ini bertolak belakang dengan keceriwisannya di rumah. Pas banget waktu itu Faqih dan Nizar lagi rame, apalagi kalo bukan karena rebutan haha… Bukan adhek banget gitu lho kalo sampe diem. Dalam hal ini saya beruntung karena suami menginginkan kondisi rumah tak perlu diatur, apa adanya saja. Tak ada yang ditutupi. Makanya ibu guru agak heran melihat sifat Nizar yg berbeda pada saat di rumah dan sekolah ini. Kemudian beliau menyimpulkan insyaAllah ga ada masalah dengan sifat pendiamnya Nizar. Hanya mungkin soal waktu aja dan lingkungan. Memang Nizar hampir ga punya teman sebaya di sekitar rumah. Teman bermainnya cuma masnya. Sesekali Nizar bermain dengan teman masnya. Mungkin ini salah satu sebab Nizar kurang luwes bergaul.

Saya juga meminta saran, stimulus apa yang kira kira harus kami lakukan sebagai orangtuanya. Alhamdulillah masukan dari gurunya yang berharga ini sangat membantu saya.
“Nizar cocok berteman dengan anak yg rame, contohnya Rafi dan Annaqib”.
“Stimulus yg bisa diberikan ortu adalah semangat tiap pagi”.
“Nizar biasa memuroja’ah surah atau hadist saat bermain. Saat kontak mata tak sengaja terjadi antara Nizar dengan guru, mulutnya akan mengatup karena enggan diperhatikan guru”.
“Bekal Nizar jd contoh bekal sehat karena setiap hari bekalnya adalah MANGGA!”
Hahaha hidup mangga.
Jadi….. saat memilih sekolah, ada satu hal penting yang bisa kita ajukan pada calon sekolah yakni apakah mereka memiliki program Home Visit atau tidak.
Wassalamu’alaikum