.: Bubur Sagu Mutiara Faqih :.

Iseng -iseng ngecek stok bahan makanan di dapur. Liat kaleng yang isinya tepung-tepung dalam kemasan, udah dibuka ama ibu pemilik lama. Yup, kami dapat banyak warisan di sini yang sangat bermanfaat. Eh kok ada sagu mutiara. Mungkin beli di Asian Grocery, soalnya aku ga liat Laguna jual sagu ini. Kebetulan waktu di Laguna sempat membeli beberapa bungkus santan instan. Ayo dieksekusi jadi cemilan untuk Mas Faqih yang hobi banget ama bubur mutiara.

.: Bakso Pertamaku di Melbourne :.

Seumur-umur ga pernah bikin bakso di Indo. Eh pernah dink, sekali waktu praktek masak bareng teman-teman Liqo, zaman masih unyu-unyu *hueekk*.

Lha kalo di Indo pengen bakso kan tinggal pergi ke warung bakso, beli, bawa pulang, kenyang. Selesai. Ya kan? Berhubung ini bukan Indo, dan bocil lagi pada pilek, maknya memberanikan diri ngadon bakso dan mengeksekusinya. Biar anak cepat sehat maem yang anget-anget. Alhamdulillah, bocil-bocil sukaaa *lapkringet*

.: Catatan Perjalanan ke Melbourne :.

Thursday morning, 8 am. Februari 20, 2014

Melbourne International Airport

Melbourne International Airport

Alhamdulillah, akhirnya mendarat juga di Melbourne. Tertunda 4 hari dari jadwal yang seharusnya karena Gunung Kelud erupsi tanggal 13 Februari 2014 malam sehingga mengakibatkan 7 bandara di Pulau Jawa menutup operasionalnya karena tertimbun debu vulkanik tebal. Setelah konfirmasi di counter Garuda yang letaknya di bandara dan re-schedule, kami memutuskan berangkat pada hari Rabu, 19 Februari pukul 16 WIB, transit via Denpasar.

Sebelum take off ke Denpasar

Sebelum take off ke Denpasar

Perjalanan lancar, anak-anak happy karena dapet mainan dari Garuda, alhamdulillah. Ga salah deh milih Garuda, excellent service, apalagi bawa 2 krucil, alhamdulillah selalu diprioritaskan. Mulai dari tiba di Ngurah Rai hingga sampe di Melbourne. Faqih sampe bingung karena dapat mainan terus tiap ganti pesawat. Anak-anak juga sibuk main game di layar sentuh depan kursi masing-masing pake remote dan headset yang disiapkan di kantong depan seat.

SavedPicture-201441116128.jpgSavedPicture-201441116122.jpg

Oya, berhubung Ngurah Rai sedang renovasi, jarak tempuh dari terminal kedatangan domestik dengan terminal keberangkatan internasional sangat jauh. Tapi jangan khawatir, untuk penumpang Garuda terutama lansia dan keluarga yang membawa anak kecil, Garuda menyiapkan sopir dan mobil mini, kayak mobil di padang golf itu loh, entah apa namanya. Kami diantar sampe gerbang terminal internasional. Sopirnya mbak-mbak, asli mojang Priangan, uhuy. Hehe… Makasi ya Mbak !

Proses yang agak makan waktu lama terjadi di sini. Apalagi bangunan terminal internasional luas, cukup makan waktu bagi kami melewati satu demi satu loket dalam keadaan menggotong-gotong anak 2 dan perbekalan mereka. Macem-macem kan yah yang harus dibawa kalo punya krucil, mulai dari bantal leher yang disiapkan Uti Indah, pakaian ganti, obat hingga logistik. Ada cerita di balik perbekalan ini, terutama bagian logistik. Aku emang ga tenang kalo bepergian tanpa membawa bekal makanan dan cemilan yang banyak untuk krucil. Sampe-sampe kue kering nastar oleh-oleh dari Mama yang datang dari Banjarmasin ke Jogja untuk nganterin cucu-cucu kesayangannya pun kumasukin bungkusan juga, haha. Mas sempat ngomel waktu di Adisutjipto. Katanya bawaan banyak banget, apalagi makanan yang mengandung dairy gini riskan dibuang oleh bea cukai bandara. Beliau bahkan berencana akan membuang makanan yang tersisa jika akan berangkat ke Melbourne. Kutanggapi mas dengan kalem, ya dibawa aja dulu namanya bawa bocah, kalo nanti dibuang ama bea cukai/custom bandara Melbourne ga apa-apa.
Setelah proses pengecekan tiket, boarding pass kemudian pembayaran service (IDR 150 ribu/orang, hiks) dan paspor, di mana kami celingukan karena serasa kami pribumi sendiri, yang lain bule selain petugas bandara tentunya, lanjut masuk ke gate, mas lupa usulku untuk isi perut dulu di terminal domestik yang terletak di lantai 1. Lagian kaki-kaki kecil buah hati kami udah kelelahan, ditambah lapar karena udah lewat jam makan malam, membuat kami memutuskan masuk ke ruang tunggu aja. Semoga ada resto di dalam sana yang menjual nasi. Melewati deretan toko-toko duty free goods, yang lebih mirip mall, sampailah kami di ruang tunggu terdekat. Sepanjang perjalanan itu, ga ada keliatan satu pun resto bernuansa Indo, semuanya kafe yang jualannya roti, kopi, burger. Lhaa….. gimana ini, huhu…

Akhirnya kami bongkar bekal logistik kami. Lumayan, ada sereal buat Faqih, roti untukku dan mas, biskuit untuk adhek serta susu kotak boneeto. Alhamdulillah kata Mas, untung dede bawa bekal banyak, kita ga jadi kelaparan, hehe… Tuh kan, ga ada salahnya bawa bekal banyak, walopun repot nentengnya. Aku cuma beli 2 botol kecil air putih kemasan di kafe dan uang IDR 50 ribu pun melayang ke kasir

Benar-benar kayak udah di luar negeri, padahal masih di Denpasar. Sampe rada mblenger liat bule, karena selain penjaga kafe, yang tampak hanya orang bule semua. Tapi anak-anak seneng mainan di ruang tunggu berlapis permadani tebal, ada jendela kaca lebar pada salah satu dinding di mana mereka bisa sepuasnya liat pesawat di apron, sambil deket-deketin anak bule lainnya, ealah. Hihi…

Aku dan mas bergantian memonitor layar keberangkatan untuk melihat nomor gate Garuda yang akan membawa kami ke Melbourne. Hampir jam 9 malam, akhirnya tercantum juga gate 7. Subhanallah, gate 7 itu jauhnya luar biasa. Walopun dibantu oleh eskalator datar yang hanya secuil-cuil, tetap aja terengah-engah jalannya. Bule aja lari, padahal langkah mereka lebih panjang kan dari orang Indo. Fyuh fyuh, lebih parah dari gate Air Asia di Kuala Lumpur, komentar Mas.

Setelah ngos-ngosan, olahraga kok malem gini tho yo, mendudukkan tubuh lelah di kursi ruang tunggu gate 7 dan bergantian nganter anak ke toilet, salah satu petugas Garuda mempersilahkan kami boarding lebih dulu. So sweet deh punya anak kecil, emang bawa rezeki, aamiin. Tas bawaan logistik dengan pasrah diangsurkan Mas ke petugas bea cukai, tapi belum sampe diubek-ubek, salah satu dari mereka yang kelihatannya lebih senior berkata, “Itu bekal buat anak-anak kecil ini kan ya? Bawa aja Pak Bu, silahkan”. Alhamdulillah, baiknya…. Semoga Allah merahmati mas-mas juga. Aamiin…

Masuk pesawat tepat pukul 22.55 WIB sesuai jadwal dan langsung berangkat. Setelah maem cemilan, permen dan minum jus yang diberikan mbak pramugari, anak-anak terlelap karena lelah, tapi mataku sulit terpejam karena badan pegal. Pengen bobo merebahkan badan di seat tengah yang kosong karena penumpang internasional ga padat jadi banyak seat kosong, tapi khawatir meninggalkan adhek yang udah bobo pulas dengan selonjoran kaki di sampingku. Alhamdulillah, di pesawat dapat bantal, selimut, kaos kaki dan penutup mata untuk tidur. Garuda emang top deh.

SavedPicture-201441116140.jpg

Setelah tidur-tidur ayam dan sholat jamak qashar Maghrib – Isya dengan wudhu bertayamum, kulihat fajar menyingsing. Alhamdulillah, bisa nyambung sholat Subuh sekalian. Mbak pramugari keliling lagi menawarkan minuman dan breakfast. Udah pagi ternyata, berarti durasi perjalanan hanya 5 jam, ditambah beda waktu 3 jam. Ga selama yang aku bayangkan. Aku milih teh hangat dan menu irisan buah segar, nasi uduk dengan ayam bumbu kacang plus sayur tumis buncis tempe, yoghurt dan roti dengan selai plus butter. Adhek juga kupesenin menu yang sama. Kalo Mas milih menu ala bule untuk main course; kentang rebus, tomat panggang dan daging. Weh kalo aku yo ga kenyang, hihi… Pokoke nasi is the best (ilang deh prinsip food combining ku). Oya, karena lupa, waktu proses pengecekan tiket dan boarding pass Mas ga minta seat yang sejajar. Padahal, udah kuingetin. Huhu sempat ngambek waktu itu dan dibujuk Mas. Kami akhirnya dapet seat yang 2-2, Mas di belakangku. Jadi Mas duduk ma Faqih, aku ma Nizar karena Nizar masih nenen kalo mau bobo. Pada awalnya bocil bolak-balik tukeran karena adhek pengen ke bapak, ga lama mau balik ke mama, gitu terus tapi pada akhirnya kembali kayak semula.

Sebelum mendarat, pesawat sempat melayang-layang gitu dan membuat perutku serasa dikocok. Mengantisipasi huek-huek, memalukan karena hampir ga pernah huek kalo naik pesawat, kuambil kantong aircraft sickness dan kubuka. Ga lama, keluar semua deh breakfastku. Huhu laper lagi nanti jangan-jangan…. Tapi terasa lega setelah huek, tadinya pening kepala ini. Ga lama, pilot mengumumkan sesaat lagi akan mendarat di Melbourne International Airport. Temperatur udara di darat juga dilaporkan sekitar 9 derajat Celcius (aku masih ga ngeh kalo segitu tu dingin banget, ingetnya Aussie lagi summer). Anak-anak kami bangunkan, lipat-lipat selimut dan mengemasi barang bawaan kami. Breakfast adhek yang belum dimaem kujejalkan ke tas, siapa tau setelah turun pesawat adhek laper dan nyari nasi. Mas menyodorkan selembar kertas untuk declare barang bawaan di tasku, ada bagian yang harus kububuhi tandatangan.

Well, welcome to Melbourne. Ga terlampau dingin ketika masih di dalam airport (masih ga ngeh). Kami antre untuk pemeriksaan paspor dan visa, lalu ngambil barang bagasi kemudian menuju counter bea cukai untuk nyocokin isian pada kertas declare dengan barang bawaan. Alhamdulillah lagi-lagi Allah memudahkan, barang kami hanya dilihat sepintas dan ditanya apakah kami membawa susu. Mungkin karena  melihat bocil-bocil kami. Untungnya boneeto anak-anak yang tinggal 2 kotak terletak di bawah. Mas juga lupa kalo masih ada, jadi Mas jawab ga ada. Petugas custom ga mengobok-obok lagi dan dengan ramah mempersilakan kami melanjutkan perjalanan. Malah sepanjang pemeriksaan, dia tersenyum dan menggoda anak-anak kami. Oya, barang-barang seperti oba dan abon kemasan pesenan teman Mas dan bumbu-bumbu kemasan kaleng yang kubawa ditaruh Mas dalam tas ransel Faqih. Jadi ga harus mengobrak-abrik seluruh isi koper untuk diperiksa. Semua barang itu selamat, alhamdulillah ya Rabb….

Kami keluar dari bandara yang luas itu dengan bergegas karena Mas khawatir senior yang menjemputnya akan menunggu terlalu lama. Senior Mas ini juga pasutri DJP, beliau dan istrinya sama-sama kuliah di Melbourne dan membuka jasa transportasi. Lumayan terbantu dengan adanya teman yang membuka usaha ini. Setelah menyeberang jalan, whussss….sss…. angin bertiup kencang dan dingiiiiiiiiin banget, brrr…. Sontak adhek yang sedang kugendong kaget, memalingkan wajahnya dan mendekapku erat. Aku, adhek dan mas ga memakai jaket dan emang kami lalai ga mengantisipasi hal ini. Sedangkan Faqih tenang-tenang aja karena sejak berangkat dia udah mengenakan jaket. Untunglah jaket adhek kuletakkan di tas cangklong, jadi kami berhenti dulu di tempat penjemputan untuk membalut tubuh adhek. Eh ga lama, ketika adhek sedang nen dan disapa seorang policewoman yang mencoba menggoda-goda adhek, senior Mas datang.

So, selamat menikmati summer yang serasa winter eh kebalik ga ya, winter  yang serasa summer maybe ? 🙂

.: Keramahan Jogja :.

Taken from Google

Taken from Google

Assalamu’alaikum…

Jogja emang selalu punya tempat di hatiku. Bukan hanya karena orang tua dan suamiku asli Made in Jogja, tapi juga karena kesahajaan dan keramahannya. Beberapa waktu lalu, benar-benar kami merasakan keramahan yang tulus itu.

Jadi ceritanya lagi pusing nyari jaket tebal untukku dan mas. Mas yang emang jarang shopping jelas bingung donk yah di mana tempat beli ini itu. Maklum deh, anak rumahan. Biasanya rute perjalanan doi cuma sekolah – rumah. Singkat kata, mas menemukan beberapa alamat outlet perlengkapan outdoor di tengah kota setelah browsing *hihi, ampun deh*
Baiklah, mari kita cari satu per satu, Dear..

Setelah sampai di alamat yang terdekat, mobil kami parkir di seberang outlet. Ada seorang bapak paruh baya yang menjadi petugas parkir. Beliau memberi aba-aba dengan santun. Suami pun sempat berbasa-basi menitipkan mobil. Kami gendong anak-anak untuk menyeberang jalan, tapi tak lama kami memutuskan keluar karena jaket yang dijual tidak sesuai dengan kebutuhan kami. Kebetulan di sebelah outlet pertama juga terdapat outlet sejenis. Sambil berharap menemukan jaket impian, kami masuki lagi outlet tersebut. Tapi nampaknya keberuntungan belum berpihak, jaket yang dijual hampir semuanya terbuat dari bahan parasut, tipis tentu saja. Padahal untuk menahan dinginnya terpaan angin kala musim dingin menyapa di Melbourne nanti, kami butuh jaket dari bahan fleece yang tebal.

Ya udah deh, dengan menyeret langkah, lagi-lagi kami keluar sambil mempertimbangkan akan mencari di outlet lainnya. Ketika hendak melangkahkan kaki untuk menyeberang jalan, tiba-tiba pak petugas parkir lebih dulu menyeberang dan mendatangi kami sambil bertanya ke suami, “Mau nyari pakaian olahraga ya Mas?”. “Iya pak, tapi belum ada yang cocok”, jawab suami. “Kalo Mas berkenan, di ruko sebelah juga ada Mas”, pak petugas parkir menunjuk ke deretan ruko baru yang letaknya persis di sebelah outlet kedua. Namun karena letaknya agak menjorok masuk ke dalam, ruko ini luput dari pengawasan kami. MasyaAllah, betapa baik hatinya si bapak. Beliau dengan ringan memberikan informasi yang kami perlukan. Berkali-kali kami mengucapkan terima kasih yang ditimpali oleh sahutan hangat dari beliau. Senang deh karena ga perlu nyari outlet lain, apalagi bawa 2 balita begini kan kasihan kalo mereka lelah. Kebetulan matahari juga bersinar dengan garangnya di atas kepala. Pas melihat nama rukonya, wah ini dia ruko yang kami cari berdasarkan hasil browsing tapi bikin suami bingung karena ga tau letaknya, hehe..

Terima kasih ya Pak, mudah-mudahan rezeki dan urusan bapak juga dipermudah Allah SWT karena bapak juga melancarkan urusan sesama, aamiin….

#positif Indonesia#

.: Menginap di Desa Wisata Tembi, yuk !:.

Rasanya terlalu niy kalo aku sampe ga nulis tentang Tembi, sebuah dusun di Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tempat kelahiran suami. Dari sini pula leluhur suami berasal. Kebetulan, bapak mertua adalah salah seorang founder pengembangan dusun Tembi sebagai salah satu Desa Wisata di Indonesia karena beliau memiliki sentra kerajinan tangan yang masih terus eksis, meskipun tertatih-tatih, hingga saat ini dan tergolong cukup besar produksinya karena mampu menembus pasar ekspor Eropa, Australia hingga Jepang yang terkenal ketatnya. Beliau juga diamanahi menjadi Ketua Komunitas Desa Wisata GMT – Gabusan Manding Tembi, jadi plang Sekretariat nampang di pekarangan rumah.

tembi[3]

Oh iya, aku juga baru tau kalo ternyata acara Kopdar Blogger Nusantara 2013 November yang lalu diadakan di sini setelah ngobrol dengan bapak. Pesertanya sampe 1000 lebih ya, super sekali. Sayang deh ga bisa ikutan karena kami baru tiba di Tembi bulan Desember, huhu… Moga lain waktu bisa ikut ngumpul dengan teman sesama blogger.

Hwaah maafkan prolognya kepanjangan. Mari kita mulai saja.

Desa Tembi dahulunya merupakan salah satu tempat bagi abdi dalem atau katemben yang tugasnya menyusui anak-anak dan kerabat raja sehingga desa ini kemudian dinamai dusun Tembi. Ada pula yang menganggap jika berkunjung ke dusun ini akan mendapatkan kemuliaan bak raja pada zaman yang lalu karena latar belakang desa tersebut.

Kalo dari kota Jogja, Tembi berjarak sekitar 10 kilometer menuju ke selatan atau tepatnya berada Jalan Parang Tritis Kilometer 8, 5. Lihat aja ke deretan jalan sebelah kiri, ga lama akan menemukan petunjuk jalan masuk menuju desa ini.

09_02_2014_jpg(3)

Keindahan alamnya yang ndeso, kultur masyarakatnya yang ramah, kesenian yang berkesinambungan dibina dan adanya pusat kerajinan tangan yang memberdayakan masyarakat di sekitarnya menjadi daya tarik dari desa ini. Tak heran jika seorang ekspatriat asal Meksiko jatuh hati pada Tembi dan kemudian mendirikan sebuah resort yang terkenal hingga ke mancanegara. Hal ini turut menjadi pencetus terlahirnya penginapan tematik yang dikelola oleh warga desa. Salah satunya milik bapak mertua “Dawud Homestay” yang bisa dilihat di www.tembivillage.wordpress.com dan adik ipar saya di www.omahtembi.com. Banyak pengunjung yang terkesan dengan suasana alaminya dan menjadi langganan di homestay kami apabila mereka berkunjung ke Jogja. Selain karena tempatnya yang tenang menawarkan kedamaian (ssstt, dijamin cocok buat pasangan yang sedang honeymoon), Tembi juga tidak jauh dari pusat kota dan dekat sekali jaraknya dengan Pantai Parang Tritis yang terkenal itu. Sehingga wisatawan pemburu sunset acapkali memutuskan untuk menginap di sini agar pagi harinya tidak terburu-buru mencapai pantai. Seru kan!

09_02_2014_jpg(1)

Selain penginapan, desa ini juga menawarkan berbagai hal menarik, antara lain melihat workshop kerajinan tangan yang berbahan dasar alami dari serat pandan, pelepah pisang, kayu hingga kain dan kulit sintetis. Teman-teman juga bisa lho membelinya sebagai cinderamata di toko mini bapak, “Sentono Handycraft” sekaligus mengunjungi Roemah Batik Tembi yang dikelola ibu mertua, belajar membuat kerajinan tangan, keramik dan wayang, membatik, naik andong keliling desa, hingga mengadakan outbond yang harga per paketnya bisa dinegosiasikan. Seminar korporasi juga beberapa kali diadakan di pendopo. Sensasi yang didapat jelas berbeda dari kebanyakan seminar yang biasanya diadakan di convention atau meeting room hotel. Selain dapat berkonsentrasi penuh, pastinya lebih rileks karena serasa back to nature; menghirup udara bersih alami desa dan mendengar gemercik air kali di dekat pendopo.

Workshop handycraft & artshop, belajar membatik, andong wisata, galeri seni dan angkringan

Handycraft workshop & artshop, belajar membatik, andong wisata, galeri seni dan angkringan

Pendopo bambu (kiri atas) dan homestay bergaya Limasan Joglo nan eksotis

Pendopo bambu (kiri atas) dan homestay bergaya Limasan Joglo nan eksotis

Jadi, bila berkunjung ke Jogja, jangan lupa mampir dan menginap di Tembi. Rasakan sendiri keeksotisannya 🙂
Jogja, memang istimewa !