.: Kisah Kelahiran Faqih :.

Kuhitung dgn seksama usia kandungan anakku sambil mencoretcoret kalender meja, memberi tanda dgn stabilo hijauku. Beban pekerjaan yg banyak sungguh tidak memungkinkan diriku mengambil cuti tahunan untuk memperpanjang cuti bersalin yg hanya 3 bulan. Sejak awal kuputuskan mengambil tanggal mulai cuti yg mepet aja dgn HPL yg kata DSOG tanggal 7 Juni 2009, ingin lebih lama bersama calon anakku di rumah…

 Jumat, 29 Mei 2009

Hari terakhir bekerja, kutuntaskan pekerjaan yg tersisa semampuku. Yah walau pada akhirnya tetap ada 1 item yg harus ditake over oleh peer mate ku. So sorry, sobat. Pada menit akhir menuju jam 17, kusempatkan berkeliling untuk pamit dengan rekna-rekan kerjaku, sekaligus meminta maaf dan doa agar perjuanganku dimudahkan. Melahirkan itu salah satu bentuk jihad kan, hehe….

 30 Mei 2009, adzan subuh berkumandang….

 Terasa ada sesuatu yg keluar dari jalan lahir. Segera kucek, ternyata lendir. Hmmm, berarti sudah dekat waktu berjihad itu menjelang. Ada sejumput cemas, membayangkan bagaimanakah rasanya nanti, tapi kebahagiaan segera akan berjumpa dengan buah hati yg telah lama bersemayam di tubuhku membuat gelisah itu teredam. Bismillah, aku pasrahkan saja hidupku di tangan-Mu, ya Rabb…. demi makhluk suci dalam rahimku, apapun ikhlas kujalani. Hiks, jadi tau rasa cinta bunda kita ya teman….Suami yg sudah terbangun dari tadi kuajak bersiap ke bidan Iin di Klinik Firdaus untuk memeriksakan pembukaan. Tas berisi perlengkapan bersalin juga kubawa, siapa tau langsung diinapkan.

Degdegan? Pasti.

Tapi dukungan dari suami dan kepasrahan pada Allah membuatku lebih tenang.

Tak berapa lama, sampailah kami di klinik. Sepi, karena masih sangat pagi. Kuketuk pintu rumah dan pos bidan jaga, ga lama seorang bidan belia menyambutku dgn tersenyum ramah walau terlihat mengantuk. Setelah bertanya sedikit ihwal, bidan jaga mempersilakanku berbaring sambil menunggu pemeriksaan dalam dari bu bidan Iin, yg rupanya baru saja bisa beristirahat karena sebelum kedatanganku, beliau menangani pasien lain yg melahirkan.

Sambil bersenandung, bu bidan menghampiriku. Beliau segera mengenaliku dan sambil tersenyum bertanya beberapa hal. Wah rupanya masih pembukaan 1. Faktor anak pertama membuat pembukaan lengkap lebih lama karena otot vagina belum lemas. “Bisa jadi lairannya besok pagi niy”, canda beliau. Beliau memberi opsi, menunggu di kamar klinik atau pulang ke rumah. Aku dan suami memilih pulang dengan alasan kenyamanan. Akhirnya bidan membekaliku beberapa butir pil, bentuknya kecil berwarna putih untuk kuminum.

Sesampainya di rumah, kupandangi pil itu sambil berpikir dan takut, ingat cerita teman, jangan-jangan ini pil untuk merangsang pembukaan atau induksi. Melalui sms, kutanyakan juga kepada Lik Yani, jawabannya membuatku semakin mantap untuk mencoretnya dari daftar obat yg harus kuminum. Hihi sotoy, andai saja tau, mungkin ga gini ceritanya…

Sampai malam hari, aku masih cengengesan, lendir juga tetep keluar. Tapi mas bilang, kalo aku masih ketawa-ketawa, berarti belum akan melahirkan.

Kko bisa mas beranggapan begitu? Kayak pernah lairan aja, hihi…Oooh ternyata based on her sister’s experience, sakitnya ketika pembukaan hampir sempurna biasanya bikin wajah ga cengar-cengir lagi, beda dengan wajahku saat ini yg masih penuh canda tawa, hihi…. Kucoba beristirahat di tengah his atau kontraksi karena persalinan membutuhkan fisik yg kuat. Karena lelah, mata ini mau bekerjasama. Tak lama, aku pun terlelap.

Pyarrrr….

Bunyi yg mengagetkan terdengar dan seketika mengagetkanku. Terasa ada air yg menggenangi di bagian bawah tubuh. Pikiranku teringat pada pecahnya ketuban. Dinihari itu pukul 3 pagi, aku bergegas membangunkan mas untuk mengajaknya bersiap ke klinik. Mas yg segera terjaga juga tergesa keluar kamar untuk memberitahu orangtuaku.

Kuraih tas yg berisi perlengkapan bersalin sambil melantunkan doa. Bismillah, sebentar lagi akan jumpa denganmu, Nak. Makhluk yg sangat kami rindukan hadirnya.

Pukul 4, setelah bebersih seadanya, mobil melaju kencang di jalanan yg sepi. Sesampainya di klinik, Bu Bidan dan para asisten langsung memeriksaku. Ternyata bukaan belum sempurna. Bidan pun bertanya apakah obat yg diberikan beliau kemarin sudah kuminum. Dengan lugu kuceritakan perihal ketakutanku akan obat itu dan obrolan dengan bulik Yani. Bidan tertawa sambil bilang * mungkin pengennya tepokjidat kali ya dapet pasien sotoy kayak aku*, “Itu obat pelemas otot jalan lahir, bukan perangsang”.

Oh Ya Rabb, maluuuuu….!!

Hahaha

Oleh karena pembukaan belum sempurna, tapi ketuban sudah pecah, bidan menginstruksikan kami untuk mengambil kamar perawatan saja. Menunggu hingga pembukaan lengkap. Mas segera memesan kamar VIP yang cukup bagus dan fasilitasnya lengkap. Ada kulkas, TV, meja makan, sofa tamu dan permadani, plus kamar mandi dalam lengkap dengan shower serta spring bed dan box bayi karena bisa rooming in. Inilah salah satu pertimbanganku lebih suka melahirkan di klinik bidan, perawatan bisa gabung dengan bayiku sendiri. Ga ada acara terpisah dari si kecil sejak ia lahir. Apalagi memang aku bertekad untuk menyusuinya langsung.

Di dalam kamar, aku yang memakai jarik, diminta Mama untuk jalan terus agar bayi cepat turun. Jadilah aku muter muter sambil sesekali dibimbing Mas ketika rasa sakit kontraksi datang. Tapi masih bisa cenga- cengir. Berarti masih agak lama melahirkannya, hehe…

Sekitar pukul 7, kontraksi terasa makin hebat. Aku uda lemes, pengen tiduran aja. Mas duduk di bawah bed sambil memegangi tanganku, menuntun istighfar dan mengelap keringatku. Ah kalo inget hal ini, cintaku pada Mas tambah besar. Hehehe…

Mama yang tadinya menghilang, datang membawa air jahe. Ko sempet ya, beli di mana pagi pagi gini. Ternyata ada tetangga bidan yang merupakan teman lama Pakde, jadi Mama nyempetin ke situ buat minta jahe dan memarutnya. Air jahe yang panas akan membuat bayi lekas lahir. Hehehe aneh aneh aja. Oke deh, kuminum sampe tandas. Ga ada salahnya nyoba, asal ga melenceng dari syariat, insyaAllah akan kulaksanakan. Betapa kasihnya orangtua pada anak, beginikah rasanya Ma ketika engkau berjuang melahirkanku ke dunia? Really love you, Mom…..

Akhirnya asisten bidan datang mengecek keadaanku pada pukul 8. Aku diminta segera masuk ruang bersalin. Bapak menunggu di luar, Mama dan Mas boleh masuk mendampingiku. Ranjang yang kutempati persis di sebelah dinding. Mas mengambil posisi di samping kepalaku, Mama di dekat kakiku. Rasanya ga karuan, ya panas entah karena jahe ato memang metabolisme tubuh otomatis akan seperti itu – padahal kipas angin ada di atas kepalaku- ya sakit, ya gerah. Benar benar berjuta rasanya. Mas di samping sibuk membimbingku berdzikir, sambil memberiku logistik berupa minuman ato cemilan yang kuinginkan (jangan lupa hal ini ya, karena melahirkan butuh energi besar, jadi selain tas perlengkapan bayi, siapkan juga logistik kita), Mama sibuk menangis, mengelap airmata, mengelus dan memijitiku sambil berdzikir. Asisten bidan juga tak pernah pergi, setia menungguiku di sisi sambil memijiti kakiku dan mengecek infus yang dipasang ke tanganku. Salah satu hal yang membuatku terkesan dengan klinik ini.

Lama kelamaan, rasa sakit semakin menjadi, dzikirku makin lirih. Asisten bidan memintaku berubah posisi untuk membuatku merasa lebih nyaman. Posisinya berbaring miring ke kiri menghadap dinding, menatap Mas. Kulirik sekilas jam dinding dengan ekor mata. Hmmmm pukul 9. Asisten bidan yang mengecek pembukaan melihat kondisi jalan lahir. Dia segera masuk ke dalam rumah yang ditempati bu bidan. Ga lama, bidan datang dengan riang dan menyapaku hangat. Sekejap aku lupa rasa sakit ini, merasa diperlakukan lebih personal oleh beliau. Ini juga salah satu alasanku hanya ingin ditangani oleh bidan.

Setelah mengejan hanya dua kali, suara tangis bayi laki-laki yang nyaring terdengar. Alhamdulillaah, Mas nampak sangat lega. Diciuminya dahi dan bibirku. Dan inilah buah hati kami, amanah Allah, telah ada di hadapanku untuk melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) setelah sempat dibersihkan dengan lap sebentar. Mata kecilnya mengerjap-ngerjap lucu memandangku. Rambut ikalnya seperti rambut Mas. Menggemaskan…

Selesai jahit-menjahit luka bersalin, bu bidan menolak memberi tahu berapa banyak sambil tertawa, aku dipindahkan ke kamar inap dengan kursi roda. Mas kemudian mengabari orang tua dan sanak saudara, Mama sibuk membenahiku, Bulek-bulekku yang berdatangan menjenguk sibuk menimang bayi kecil kami, dan sepupuku riuh rendah ramai sekali bercanda. Ah bahagianya….

Setelah sempat tertidur selama 5 jam, bayi kecilku terbangun dan minta disusui. Seminggu kemudian, kami beri ia nama, Faqih Ahmad Gifri.

Sekarang bayi mungil itu uda besar, sibuk berceloteh dan bertanya banyak hal sepanjang hari, bahkan sampai ketika waktunya tidur malam pun. Hingga tak jarang, aku dan Mas harus mengingatkannya untuk diam sejenak dan merem. Hehe…

Uda pandai membolakbalik pertanyaan dari yang sederhana hingga membuat kening orang tuanya berkerut dan akhirnya harus membuka mbah Google. Mulai rutin mengikuti shalat lima waktu. Berusaha menambah hafalan surah pendek dan menamatkan buku Iqra’ jilid tiga tapi karena permintaannnya sendiri diulang lagi dari jilid satu agar bisa lekas membaca Al Qur’an. Aamiiin ya Allah..

Barokallahufiik ya bunayya…

Jazakallah telah hadir menjadi qurrota ‘ayun Bapak dan Mama. Semoga hadirmu ke dunia adalah rahmatan lil alamiin. Mudah-mudahan engkau menjadi insanul kariim dan Allah mudahkan kami untuk menyayangi dan mendidikmu dengan sebaik-baik tauladan, aamiin aamiin tsumma aamiin.

.: Perkembangan Faqih di Sekolah :.

Tak terasa, Mas Faqih udah di term kedua kindergarten. Di awal term kedua ini, Angela, wali kelas Faqih, mengajakku berdiskusi secara nonformal tentang perkembangan Faqih di sekolah. Faqih masih belum mau bicara dengan guru dan teman, bermain pun lebih suka sendiri. Aku ceritakan bahwa hal ini juga terjadi di Indonesia, bukan hanya ketika di Melbourne. Sejak PAUD, Faqih bersikap demikian dan hingga saat ini kalo ditanya kenapa, jawaban Faqih sederhana ; Faqih ga suka sekolah, mau di rumah aja dengan Mama.

Soal bahasa mungkin jadi salah satu kendala Faqih belum mau bermain dengan teman. Hanya Thomas yang bisa klik dengan Faqih. Entah bagaimana cara mereka bermain tanpa berkomunikasi, tapi aku yakin bahwa Faqih sebenarnya mengerti apa yang temannya ucapkan, hanya masih sulit berucap. Waktu acara Mother’s Day, Ibunya Thomas sempat bilang ke aku, Thomas sering cerita bahwa Faqih adalah teman main Thomas di sekolah.

Akhirnya aku janji ke Angela, di rumah, aku dan Mas akan berusaha lebih intens lagi mengajaknya berkomunikasi dengan memakai bahasa Inggris. Angela juga memberikan saran serupa. Padahal, Faqih kalo di rumah kan ceriwis ya, kadang juga dalam bahasa Inggris ngomong ini itu. Heran kenapa di sekolah diam seribu bahasa. Cuma mengangguk dan menggeleng jika berkomunikasi. Diminta senyum aja susah. Aaaa….. Kasian jadinya membayangkan Faqih hanya membisu selama 6 jam di sekolah setiap hari.

Kemudian Angela menawarkan Faqih tetap berada di kindergarten tahun depan untuk memberinya zona nyaman. Mungkin dengan begitu, Faqih bisa lebih berkembang kemampuan bersosialisasi dan berkomunikasinya. Tawaran yang dengan halus kutolak keesokan harinya setelah berdiskusi dengan Mas. Kami ingin Faqih melanjutkan ke tingkat selanjutnya sebagaimana normalnya, selain menjaga psikis Faqih, juga karena banyak pengalaman serupa dari teman di sini yang anaknya mengalami hal sama dan pada akhirnya bisa membuktikan bahwa kemampuan anak-anak Indonesia berbahasa Inggris ga kalah dengan anak bule ketika mereka di sekolah dasar (primary school) nanti. Memberikan kesempatan anak melanjutkan pendidikannya ke sekolah dasar berarti memberikan kesempatan padanya untuk berinteraksi lebih intens dengan teman dan guru di sekolah dari Senin hingga Jumat, tidak seperti di kinder yang hanya diikuti 3 hari dalam seminggu. Lagipula, sekolah di sini menyenangkan. Rata-rata anak Indonesia yang bersekolah di sini juga unggul dalam tes yang diadakan oleh sekolahnya.
Bismillah, semoga keputusan kami tepat untukmu, Faqih sayang.

Angela juga bertanya tentang gigi seri atas Faqih yang gigis, kapan terakhir cek ke dokter gigi dan hasil konsul dengan dokter. Untunglah bisa kujawab semuanya dengan bahasa yang semoga bisa dimengerti, hihi… Faqih sebelum berangkat udah ke dokter gigi dan ditambal. Untuk gigi yang gigis, insyaAllah akan tumbuh saat usianya 7 tahun ntar.

Beberapa hari setelah itu, aku dan Mas semangat bercasciscus bahasa Inggris dengan Faqih di rumah. Hasilnya mulai terlihat. Ada kemajuan sedikit demi sedikit dengan perkembangan berbicara Faqih. Tiga kalimat pertama Faqih adalah, “Are you okay?”, “Is everything okay?”, dan “What is it?”.
Alhamdulillah, terharu…
Semoga ke depannya semakin banyak kosakata Mas Faqih. Kata seorang senior di sini, dalam diamnya anak merekam. Aamiiin, insyaAllah, cepatlah mengerti dan berbicara Mas Faqih, agar semakin banyak engkau temukan ilmu yang bermanfaat di sini; Australia….

Posted from WordPress for Windows Phone

.: Adhek 28 Bulan :.

Tanggal 5 Mei lalu, adhek berusia 28 bulan alias 2 tahun 4 bulan. Tambah lucu menggemaskan dengan badannya yang montok dan tingkahnya yang luar biasa. Berat badannya jadi 14 kilogram bulan ini. Kadang aku dan mas jadi saling berpandangan dengan mimik muka bingung setelah adhek mempertunjukkan kebolehannya. Kemudian kami tertawa terpingkal-pingkal.

Adhek masih ASI. Hipno sebelum tidur malamnya udah rutin kulakukan tapi nampaknya hal itu belum berhasil. Aku juga setengah hati menyapih, ga tega. Trauma dengan tangisan Faqih dulu. Semoga, Weaning With Love itu bisa kami lalui bersama. Aamiin…

Banyak yang bertanya, adhek tambah bulat. Iyaa, maemnya banyak, sayur juga doyan, susu segar dicampur sedikit Milo hampir setiap hari diminum. Alhamdulillah… Kalo pas lagi susah maem, kuajak adhek nonton Octonauts, Postman Pat atau Mister Maker di channel TV anak; ABC 4 Kids. Kadang nonton Youtube dari tablet atau rekaman video dalam laptop. Biasanya setelah capek bermain, adhek tambah lahap maem.

Tiap Senin hingga Rabu, adhek kubawa mengantarjemput masnya. Sambil menuruni tangga flat, adhek akan bernyanyi menghitung 1-10 dalam bahasa Inggris atau menghafal huruf Hijaiyah. Adhek selalu senang duduk di stroller dan melihat tram, truk sampah maupun bus yang hilir mudik sepanjang jalan yang kami lewati.

Sampai di sekolah Faqih, adhek kadang pengen ikut sekolah juga. Mungkin tahun depan ya Nak, bisa masuk Playgroupnya. Kadang kubiarkan adhek melihat mainan dalam kelas Faqih. Kemudian kuajak bermain di plaground di samping Denzil Don ketika adhek enggan pulang. Pengen banget sekolah rupanya.

Di rumah pun sering adhek menarik tas sekolah Faqih sambil berkata, “Adhek oyah duyu yaa, dadaah, kuumm”. Artinya adhek sekolah dulu ya, dadah, Assalamualaikum. Padahal hari udah malam, hahaha..
Ketika kutanya, naik apa ke sekolah, diantar siapa, jawabannya lebih kocak lagi. “Naik tram, diantar Akung”, jawab adhek dengan polosnya. Hihi….
Ya Allah Kung, cucunya kangen.

Kemampuan motoriknya juga maju pesat. Udah bisa bermain seluncuran. Melewati halang rintang tanpa dibantu, memanjat pun berani. Aku acungi jempol untuk Pemerintah di sini yang menyediakan banyak sekali playground untuk anak.

Kapan ya Indonesia-ku tercinta bisa punya tempat bagus untuk anak begini…..

Posted from WordPress for Windows Phone

.: Berpetualang di Sovereign Hill, Ballarat :.

Awal Maret di penghujung summer, Mas Bayu sekeluarga ngajakin double date ke Ballarat. Ballarat itu kota kecil di negara bagian Victoria, sekitar 347 km jauhnya dari Melbourne. Kebetulan sedang libur panjang karena ada hari libur nasional, jadi yukkk…. Mari berangkat Minggu pagi pukul 10.

Perjalanan panjang ke sana hanya memakan waktu 2,5 jam karena melewati jalan tol di mana kecepatan mobil telah diatur; 100 km/jam. Whuuusss, kebayang kan gimana ngebut dan cepetnya kami melaju. Tapi nyaman banget berkendara di sini, ga terasa kayak ngebut karena semua kendaraan kecepatannya tuh konstan dan aspalnya mulus. Tiap lajur pun lebar-lebar. Yang unik sepanjang perjalanan kami adalah rambu bergambar kangguru, artinya kurang lebih agar pengendara berhati-hati karena di daerah ini kangguru masih berkeliaran. Wah aku dan Mas uda penasaran, akankah kami bertemu dengan hewan asli Australia ini di jalanan. Hihihi….

Sepanjang jalan yang kami lewati adalah padang rumput, perbukitan, peternakan kuda ato sapi. Berganti-ganti pemandangannya. Ada sungai yang membelah, kemudian bukit kapur. Anak-anak keliatan asyik, sampe ketiduran, hehe… Sekitar pukul 12 siang, kami memasuki kota Ballarat. Asli deh, sepinya ga ketulungan. Kupikir Melbourne tuh sepi, lha ternyata Ballarat lebih sepi. Yang nampak lalu lalang di jalan raya tengah kota bisa dihitung dengan jari. Tapi emang kotanya kereeennn… Bersih banget! Mungkin karena yang ngotorin alias manusianya juga jarang. Coles, supermarket gede itu cuma ada sebiji di kota ini, sepanjang yang kuliat.

Setelah beristirahat di taman bungan cantik depan gedung parlemen Ballarat dan nyari toilet, kami meluncur sekitar 15 menit ke objek wisata Sovereign Hill. Oya, Sovereign Hill ini dulunya merupakan perkampungan tambang emas pada tahun 1850-an. Sekarang uda ga ada lagi penambangannya, cuma tetap dilestarikan sebagai pengingat, bahwa dulu memang daerah ini terkenal akan kandungan emas murni 24k.

Mungkin karena besoknya adalah hari libur nasional, Sovereign Hill rame dikunjungi orang. Kami antre dulu untuk membeli tiket masuk. Lumayan juga harganya. Alhamdulillah banget ada concession untuk student, dapet diskon lumayan deh.

SavedPicture-2014417154236.jpg

Selesai urusan tiket, kami langsung disuguhi pemandangan ala perkampungan cowboy, hehe…. Gersang, panas, kering, berdebu pula. Alamak!! Mana ga bawa stroller untuk adhek pula. Pegel deh nanti ini, bakalan tak gendong ke mana-mana. Hehehe….

Ada andongnya juga, hihi

Ada andongnya juga, hihi

Untuk wisatawan, disediakan omprengan dari besi, kali aja pengen nyoba mendulang emas. Banyak niy bule-bule pada jongkok, ngaduk-aduk pasir dan air, penasaran pengen liat bijih emas itu kayak gimana. Aku jadi mikir, cuma objek wisata gini aja bisa dibikin terkenal yah, padahal aku yang lahir dan besar di Kalimantan Selatan dan terkenal dengan pendulangan intannya, belum pernah sekalipun berkunjung ke sono. Oh Indonesiaku, kamu jauh lebih indah….

Ayak terus sampe dapet emas

Ayak terus sampe dapet emas

Ada tenda-tenda untuk tempat pertemuan sepertinya. Kemudian ada rumah kecil banget dari kayu buat tempat tinggal pekerja tambang. “Hihi kayak begini mah, di Purwodadi juga banyaaakk”, komentar Mas Bayu yang segera kami iyakan.

Yang membuatku tertarik malah tenda warung ini, membayangkan para pekerja tambang zaman baheula kalo nongkrong-nongkrong di warung seuprit. Lucu yah….

Pas lagi keliling, kebetulan pukul 2 siang ada barisan tentara-tentaraan akan bersalvoria. Itu atraksi rutin untuk pengunjung. Salah satu petugas memintaku menjauh, karena aku menggendong adhek, karena mungkin akan berbahaya untuk indra pendengaran anak. Akhirnya aku, Mas dan anak-anak nonton dari kejauhan. Setelah mereka berbaris, hormat bendera dan bersalvo, pengunjung boleh meminta sesi foto bersama mereka. Kami yang lagi bingung nyari Mas Bayu sekeluarga jadi ikutan minta foto bareng juga ama tentara ramah ini, hahaha….

Oya, kebetulan banget jam segitu, ada atraksi di Pour Gold. Pengunjung bisa menyaksikan proses bagaimana emas batangan dibentuk. Dari serpihan, dibakar dengan pemanasan 6000 derajat Celcius hingga menjadi sebatang emas. Asyik banget! Setelahnya, ada tempat penjualan koin bersepuh emas. Aku dan Mas membeli satu koin, harganya AUD 12, bergambar kangguru. Lucu deh…

Menyusuri kota ini serasa membawa kita ke masa lalu. Bangunan-bangunan tua, restorannya yang juga nampak antik, bahkan toko souvenir pun keliatan masih seperti dulu dengan penjaganya yang berbusana gaun besar ala Little Missy (masih inget filmnya?). Aku dan Mbak Dewi, istri Mas Bayu, pengen banget bisa berfoto dengan gaun besar itu. Kapan lagi bisa bikin foto keluarga di sini. Tapi sayangnya, setelah memasuki studio foto tersebut, ternyata antrean sangat panjang. Kami diperbolehkan berfoto lain hari, tanpa harus membayar tiket masuk lagi. Oooo, kecewa deh. Ga mungkin ke sini cuma untuk foto, jauhnya itu lho. Lagian setelah melihat daftar harga yang terpampang, aku dan Mbak Dewi merasa beruntung, soalnya ternyata harus bayar lagi AUD 78. Masih belum net, ada tambahan charge  lain juga. Jyaaahh….. kirain gratis bo!

Ya sudahlah…..

Hari uda semakin siang, anak-anak kelaperan, apalagi bapak-bapak. Kami mencari tempat rindang di bawah pohon, persis di sebelah restoran. Ada meja kursi yang ditata untuk piknik. Tap water juga disediakan. Bekal keluar, tuker-tukeran dengan keluarga Mas Bayu, semua maem dengan lahap.

Selesai maem dan beristirahat sejenak, kami tuntaskan petualangan hari ini ke Gold Museum yang berseberangan dengan pintu masuk Sovereign Hill. Tiket ke museum ini uda sepaket dengan Sovereign Hill, jadi sayang kalo dilewatkan. Melewati Gift Shop dan mengagumi aneka souvenir yang harganya ga murah di sana uda cukup buatku.

Mari kita menuju ke Gold Museum. Di dalamnya kita bisa melihat sejarah Sovereign Hill, aneka koin emas, bermacam bijih emas lengkap dengan riwayatnya, dan ada pula bioskop untuk pengunjung yang ingin menyaksikan kisah Sovereign Hill. Bagus lho museumnya!

Faqih dan adhek betah di sini, padahal bagi sebagian kita yang berkeliling di museum Indonesia, mungkin membosankan ya. Tapi memang di sini, museum dikemas dengan apik dan membuat pengunjung betah.

Hingga akhirnya, sampailah kami di Gift Shop, again! Yah ngiler lagi deh. Hihi…. Mas beli gantungan kunci di sini. Lumayan lah, murah meriah, cuma AUD 7, untuk kenang-kenangan bahwa kami sekeluarga pernah bertandang ke Sovereign Hill.

Bye The Beautiful Ballarat!